HUKUM MENCAMPURI ISTRI YANG TELAH BERSIH DARI HAIDHNYA NAMUN BELUM MANDI WAJIB/ MANDI BESAR

  • Bismillah
    Silsilah Fiqh Keluarga (16)
    By : Berik SaidHUKUM MENCAMPURI ISTRI YANG TELAH BERSIH DARI HAIDHNYA NAMUN BELUM MANDI WAJIB/MANDI BESAR
    By : Berik SaidTak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa mencampuri istri yang sedang haid adalah haram.

    Pernyataan Ijmanya para Ulama atas haramnya mencampuri istri yang sedang haid diantaranya dikatakan oleh

    • Ibnu Jarir rahimahullah dalam tafsirnya [IV:381],
    • Ibnu Mundzir rahimahullah dalam al Austah [II:214],
    • Ibnu Hazm rahimahullah dalam al Muhalla [I:380]
    dan lain-lain.

    Bahkan Imam Nawawi rahimahullah menyatakan:
    ”Siapa yang menyatakan bolehnya mencampuri wanita yang sedang haid maka dia MURTAD.”
    (Lihat Syarah Shahih Muslim [III:204]).

    Haramnya mencampuri istri yang sedang haid itu dijelaskan pula oleh Al Quran pada ayat berikut:

    Allah Ta’ala berfirman:
    وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
    “Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka SUCI. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.“
    (QS. Al-Baqarah: 222)

    Ayat di atas tegas menunjukkan dilarangnya mencampuri istri sebelum mereka suci.

    Nah, sekarang yang menjadi masalah adalah, hukum mencampuri istri yang telah suci dari haid, namun belum sempat mandi besar.
    Ini masih menjadi khilaf (perselisihan) di kalangan Ulama.

    Yang jadi masalah pengertian SUCI pada ayat di atas secara garis besar bisa bermakna dua kemungkinan.

    Kemungkinan Pertama
    Berhenti dari haidnya SEKALIPUN BELUM MANDI BESAR.
    Ini bisa dikatakan TELAH SUCI.

    Kemungkinan Kedua,
    Bukan sekedar haidnya berhenti, tetapi HARUS SUDAH MANDI DARI HAIDHNYA/MANDI BESAR.

    Pertanyaannya:
    Kemanakah maksud SUCI yang dimaukan pada ayat di atas?

    JUMHUR (MAYORITAS) ULAMA berpendapat bahwa suci yang dimaksudkan pada ayat di atas adalah BUKAN SEKEDAR SUDAH BERSIH DARI HAIDHNYA/ TELAH BERHENTI HAIDHNYA, NAMUN JUGA HARUS TELAH MANDI BESAR.

    Ini adalah pendapat dari Madzhab
    • Maliki (al Mudawwanatul Kubro [I:137]),
    • Syafi’i (Nihaayatul Muhtaaj [I:333]),
    • Hanbali (al Mughni [I:245]).

    Ini juga pendapat sejumlah Ulama senior tabi’in dan Ulama setelahnya semisal, Al Hasan, An Nakha’i, Makhul, Sulaiman bin Yasaar, Ikrimah, Mujaahid, dan lain-lain rahimahullah
    (Periksa Syarah Shahih Bukhari karya Ibnu Bathol rahimahullah [I:408])

    Insya Allah, pendapat Jumhur jauh lebih dekat kepada kebenaran dalam masalah ini.

    Alasannya
    Ayat di atas selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
    وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
    “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: haid itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci (yathurna). Apabila mereka telah suci (tathohharna), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.”
    (QS. Al-Baqarah: 222)

    Ayat di atas saat menyebutkan kata bermakna suci sebanyak dua kali.

    Kata suci pertama menggunakan redaksi: يَطْهُرْنَ (silahkan baca lagi ayat di atas -pent.) yang arti dari YATHHURN ini adalah BERHENTINYA DARAH HAIDH.

    Ini hanya menunjukkan BATASAN WANITA DIANGGAP TELAH MASUK MASA SUCI, YAKNI SUCI BERHENTINYA HAIDH.
    Tapi ini BUKAN BERARTI MEREKA BISA LANGSUNG DICAMPURI.

    Kapan Bisa Dicampuri ?
    Nah, selanjutnya sambungan ayat menggunakan redaksi suci dengan kata تَطَهَّرن yang diartikan ”YANG BENAR-BENAR TELAH MANDI BESAR, DAN BUKAN SEKEDAR TELAH SUCI DARI HAIDH.”
    (silahkan rujuk pada: Tafsir al Baghowi [I:259])

    Sama kasusnya seandainya wanita telah suci dari haid, dia tetap tak boleh shalat tentunya sampai dia pun mandi besar.

    KESIMPULAN
    Mencampuri istri yang walau telah bersih dari haid tapi belum mandi besar adalah haram.

    Hanya saja kalau misalkan wanita tersebut setelah bersih dari haid ia sakit dan belum bisa mandi, atau tidak mendapatkan air untuk mandi besar, sementara suaminya menginginkannya, maka boleh wanita dalam kondisi tersebut untuk tayamum terlebih dahulu.

    Demikian dikatakan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya [I:441].

    Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallaahu ‘alaa Muhammadin.

bagikan tautan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*




Enter Captcha Here :